Cinta Bahasa Indonesia Bukti Nasionalisme - foldersoal.com
Rabu, 17 Juli 2019
Edit
Nasionalisme harus dibangun dari kecintaan terhadap bahasa Indonesia (ilustrasi). |
A. Perlu Edukasi
Masalah berkenaan penggunaan bahasa Indonesia dalam prikehidupan bangsa ini, sebenarnya bukanlah hal yang baru. Semua setuju, bahwa sejatinya bahasa Indonesia harus termanfaatkan pada semua lini kehidupan bangsa ini. Kritikan Jusuf Kalla (JK) kepada menteri transmigrasi pada acara Transmigration Award beberapa waktu lalu, tentu kembali menghentak kita sebagai bangsa untuk tetap memperhatikan hal tersebut. JK saat itu menegaskan akan lebih baik jika menggunakan bahasa Indonesia, Penghargaan Transmigrasi.
Kejadian itu merupakan salah satu edukasi yang penting bagi bangsa ini. Seorang Wakil Presiden yang cinta terhadap bahasa Indonesia, tidak hanya teori tapi beliau ingin kecintaan itu direalisasikan. Edukasi terhadap penggunaan bahasa Indonesia sejatinya diberikan kepada siapa saja terutama tokoh masyarakat seperti pemerintah. Edukasi tidak hanya berbentuk kuliah atau pencatatan, tetapi yang terpenting adalah contoh atau keteladanan. Masyarakat akan sangat terayomi dalam hal kecintaan terhadap bahasa Indonesia dengan realitas di lapangan. Penggunaan bahasa Indonesia untuk informasi di tempat-tempat umum atau acara-acara formal seharusnya menjadi bahan edukasi pemerintah terhadap masyarakatnya.
Pada tempat-tempat umum dan acara-acara pemerintahan biasa tertulis atau diganakan bahasa asing, padahal tak ada nilai tambah dari penggunaan tersebut. Hal tersebut justru kurang mengedukasi masyarakat dan mengarah pada menjauhkan masyarakat pada rasa nasionalisme. Mengapa harus di tulis WC? Akan lebih baik diganti toilet. Marina Beach menjadi Pantai Marina, Police Line menjadi Garis Polisi, Training of Trainer menjadi Pelatihan untuk Pelatih. Workshop diganti dengan sanggar kerja, problem solving menjadipemecahan masalah. Tentu masih banyak contoh lain, yang secara keseluruhan tak menambah keunggulan sesuatu tersebut jika menggunakan bahasa asing.
Subjek edukasi tentu saja tidak harus pemerintah dan objeknya juga tidak harus masyarakat. Tentu dapat saja diputarbalik. Jika pemerintah tersebut alpa, maka risiko mereka harus menjadi objek edukasi dari masyarakatnya.
B. Nasionalisme
Mengapa harus bahasa asing? Salah satu jawaban yang nyata adalah untuk lebih keren. Inilah jawaban yang sama sekali tidak ilmiah. Sungguh ironis jika jawaban ini pula yang dilontarkan oleh pemerintah yang latah menggunakan bahasa asing pada penamaan gedung atau tempat umum yang dibangunnya. Memang terlihat sepele, namun hal ini akan dapat menimbulkan tergerusnya nasionalisme masyarakat sedikit demi sedikit. Masyarakat disuguhi oleh penamaan dalam bahasa asing pada hal-hal yang besar atau ingin dibesar-besarkan. Seyogianya penggunaan bahasa Indonesia lebih diutamakan disebabkan karena pemanfaatan atau yang memanfaatkan tempat-tempat umum tersebut adalah masyarakat Indoenesia. Selain itu, perlu menjaga semangat nasionalisme bangsa ini dengan bangga menggunakan bahasa bangsanya sendiri.
UUD 1945 Bab XV Pasal 36 tentang Bahasa Negara serta UU RI No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, merupakan dasar utama yang tidak tertolak betapa pentingnya menggunakan bahasa Indonesia, termasuk pada penamaan tempat-tempat umum dan pada kegiatan-kegiatan formal. Bangsa yang besar adalah bangsa yang bangga terhadap bahasa dan budayanya. Oleh karena itu, nasionalisme harus dibangun dari kecintaan terhadap bahasa Indonesia.
Pembangunan di seluruh pelosok negeri ini haruslah realistis. Tidak perlu saling mengumbar jargon, apalagi dengan menggunakan bahasa asing, hanya sekadar suatu daerah mau dinilai lebih dari daerah lainnya. Akan lebih baik jika suatu daerah menjadikan penggunaan bahasa Indonesia pada semua bidang di daerah tersebut, sebagai suatu kebanggaan tersendiri daerah tersebut. Tentu saja tidak termasuk di dalamnya bahwa tidak perlu belajar bahasa asing. Jika daerah lain masih menggunakan istilah “coffee morning” untuk pertemuan pagi hari pejabatnya, tentu lebih baik dan kreatif digunakan istilah “minum kopi di pagi hari”. Itu salah satu contoh saja. SEKIAN.
*) Ditulis oleh MUH. SYUKUR SALMAN, Guru SDN 71 Parepare.
Anda juga dapat mengirim tulisan Anda ke Berbagai Sumber