Bila Engkau Merasa Kecewa

Pernahkah engkau merasa kecewa? Berapa puluh kali engkau melamar pekerjaan, namun tak ada satu pun yang menerimamu? Apakah engkau marah? Lalu murka pada siapa? Pada diri sendiri, pada Allah SWT atau bahkan frustasi alasannya tidak sanggup menggapai apa yang kau inginkan.


Setiap orang niscaya pernah merasakanya. Namun, kebanyakan dari kita selalu dan selalu merasa sedih, kesal dan tidak mendapatkan atas apa yang menimpa diri kita. Kita terlalu dibutakan oleh ego kita, oleh amarah kita. Saat kita sedih, kecewa—kita posisikan Allah di mana? Bahkan mungkin hanya sekali itu kita menyebut asma-Nya yang amat Agung, kita lupa akan kekuasaan Allah SWT.

Kita sah-sah saja dan wajib berusaha dalam menekuni pekerjaan kita. Akan tetapi tidak seharusnya kuasa Allah kita nafikan, alasannya Dia-lah yang membuat kita. Dia niscaya lebih paham dengan apa yang telah diciptakan-Nya. Tidak mungkin kita sanggup melawan kuasa-Nya. Allah niscaya punya rencana lain yang jauh lebih baik dibandingkan keinginan dan harapan-harapan kita.

Kita harus sadar. Aku ialah seorang muslim. Aku ialah hamba Allah yang tidak luput dari cobaan. Ketika tiba berlimpah kenikmatan, kita wajib bersyukur kepada-Nya. Sebaliknya, ketika tiba suatu peristiwa alam yang menimpa kita atau keluarga kita—kita mengucapkan Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun (Sesungguhnya kita milik Allah dan kepada-Nya kita kembali) serta tetap tabah atas peristiwa alam tersebut.
Jadi, kekecewaan, kesedihan, kesenangan dan kebahagiaan di dunia ini hanyalah ujian dan cobaan dari Allah sebagaimana dalam firman-Nya. “Tiap-tiap yang berjiwa akan mencicipi mati; Kami akan menguji kau dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kau dikembalikan” (QS. Al Anbiyaa’, 21: 35)
Kita kecewa bukan berarti Allah tidak sayang, akan tetapi pada hakikatnya Allah sudah menyiapkan ganti yang lebih berharga dibanding keinginan yang kita idam-idamkan dan tidak terwujud. Berikut ini sebuah cerita yang cukup mengesankan dan membuat kita sadar akan pentingnya ber-husnudzan (prasangka baik) kepada Allah SWT.
Ada seseorang yang mempunyai keinginan yang sangat untuk sanggup tour ke Pulau Dewata, Bali. Setiap hari ia menabung uang di rumah secara rutin lima ribu hingga sepuluh ribu. Hingga hingga pada waktunya, uang tabungannya cukup untuk membayar biaya pulang pergi ke Pulau Bali. Lalu ia pun membayarkan uangnya kepada panitia penyelenggara.

Malam hari sebelum pemberangkatan, ternyata ia tidak sanggup tidur nyenyak alasannya kegirangannya ingin melihat keindahan alamnya. Konon katanya di Pulau Bali banyak putri duyung, apalagi di pantai kuta. Pada pagi harinya rombongan satu bus pun berangkat, akan tetapi ia tertidur di rumah dan jadinya ditinggal oleh panitia beserta rombongan bus.

Beberapa ketika sehabis keberangkatan bus, ia pun berdiri dari tidurnya. Betapa kecewanya ia alasannya insiden itu. Sampai-sampai ia menyampaikan perkataan yang tidak seharusnya diucapkan.
“Kurang ajar! Aku ditinggal rombongan. Sudah dibarengi nabung tiap hari, malah pas waktunya berangkat tidak sanggup ikut. Ya Allah, kenapa Engkau tidurkan aku. Coba bila saya bangun, saya niscaya sanggup ikut rombongan bus ke Bali” katanya dengan perasaan kecewa dan kesal.

Tidak usang kemudian, masih pada hari itu juga—ia mendengar kabar bahwa rombongan bus tour ke Bali mengalami kecelakaan dan semua penumpang yang ada di dalamnya gosong dan meninggal dunia.
“Ya Allah, untung saya nggak ikut rombongan bus. Coba saja bila saya ikut, niscaya saya ikut-ikutan gosong dan mati di dalamnya” katanya penuh syukur sehabis mendengar kabar berita.

Seseorang mungkin saja dan sangat dimungkinkan berburuk sangka pada Allah SWT atas insiden jelek yang menimpanya. Namun, berburuk sangka itu sungguh lebih cenderung terjerumus pada dosa dan tidak sesuai dengan apa yang kita pikirkan. Allah Maha Adil, Allah punya hak prerogative yang tidak satu makhluk pun sanggup mencegah-Nya. Dia Maha bijaksana atas apa yang dialami oleh makhluk-Nya. Sehingga kekecewaan yang kita rasakan, marilah diolah untuk sanggup menjelma suatu kenikmatan yang lain.

Yakinlah bahwa Allah tidak akan menzalimi makhluk-Nya. Dia sudah berjanji akan menolong hamba-Nya yang bertaqwa. Husnudzan pada Allah akan memperlihatkan hasil yang baik, akan tetapi su’udzan (prasangka buruk) pada Allah akan memperlihatkan hasil yang buruk. Oleh alasannya itu, apa pun yang menimpa kita—seyogyanya kita kembalikan pada Sang Maha Kuasa, Allah ‘Azza wa jalla, Dzat Yang Maha Agung dan Mulia. 
sumber: wawan h

Berbagai Sumber

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel